Sabtu, 10 Juli 2021

Laporan bacaan ke 8 Siti Nurmaulina 11901369

Identitas Jurnal

Judul: Kultur Sekolah 

Penulis: Ariefa Efianingrum

Penerbit:  Jurnal Pemikiran Sosiologi 

Volume : Volume 2 No.1 , Mei 2013

Sumber : https://jurnal.ugm.ac.id/jps/article/download/23404/pdf


Budaya sekolah merupakan himpunan norma-norma, nilai-nilai dan keyakinan, ritual dan upacara, simbol dan cerita yang membentuk persona sekolah. Disini tertulis harapan untuk membangun dari waktu ke waktu sebagai guru, administrator, orang tua, dan siswa bekerja sama, memecahkan masalah, menghadapi tantangan dan mengatasi kegagalan. Setiap sekolah memiliki seperangkat harapan tentang apa yang dapat dibahas pada rapat staf, bagaimana teknik mengajar yang baik, dan pentingnya pengembangan staf. Budaya sekolah juga merupakan cara berpikir tentang sekolah dan berurusan dengan budaya dimana mereka bekerja.

Menurut Peterson (2002), suatu budaya sekolah mempengaruhi cara orang berpikir, merasa, dan bertindak. Mampu memahami dan membentuk budaya adalah kunci keberhasilan sekolah dalam mempromosikan staf dan belajar siswa. Sedangkan menurut Willard Waller (Deal & Peterson, 2011), sekolah memiliki budaya yang pasti tentang diri mereka sendiri. Di sekolah, ada ritual yang kompleks dalam hubungan interpersonal, satu set kebiasaan, adat istiadat, dan sanksi irasional, kode moral yang berlaku di antara mereka. Orang tua, guru, kepala sekolah, dan siswa selalu merasakan sesuatu yang istimewa, namun sering kali tak terdefinisikan, tentang sekolah mereka, tentang sesuatu yang sangat kuat namun sulit untuk dijelaskan. Kenyataan ini, merupakan aspek sekolah yang sering diabaikan dan akibatnya sering kali tidak hadir dalam diskusi-diskusi tentang upaya perbaikan sekolah.

Dalam literatur sosiologi pendidikan, kebudayaan sekolah dimaknai sebagai: a complex set of beliefs, values and traditions, ways of thinking and behaving, yaitu seperangkat keyakinan, nilai, dan tradisi, cara berpikir dan berperilaku yang membedakannya dari institusi-institusi lainnya (Vembriarto, 1993). Lebih lanjut dikemukakan bahwa kebudayaan sekolah memiliki unsur-unsur penting, mulai dari yang abstrak/non-material hingga yang konkrit/material, yaitu:

1. Nilai-nilai moral, sistem peraturan, dan iklim kehidupan sekolah.

2. Pribadi-pribadi yang merupakan warga sekolah yang terdiri atas siswa, guru, non teaching specialist, dan tenaga administrasi.

3. Kurikulum sekolah yang memuat gagasan-gagasan maupun fakta-fakta yang menjadi keseluruhan program pendidikan.

4. Letak, lingkungan, dan prasarana fisik sekolah gedung sekolah, mebel air, dan perlengkapan lainnya.

Kebudayaan sekolah merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat luas, namun mempunyai ciri-ciri yang khas/unik sebagai suatu sub-kebudayaan/sub-culture (Nasution, 1999).

Timbulnya sub-kebudayaan sekolah juga terjadi karena sebagian besar dari waktu siswa terpisah dari kehidupan orang dewasa. Dalam kondisi demikian, dapat berkembang pola perilaku yang khas bagi siswa yang tampak dari pakaian, bahasa, kebiasaan, kegiatan-kegiatan, serta upacara-upacara. Sebab lain timbulnya kebudayaan sekolah adalah tugas sekolah yang khas yakni mendidik anak melalui penyampaian sejumlah pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), ketrampilan (psikomotorik) yang sesuai dengan kurikulum dengan metode dan teknik kontrol tertentu yang berlaku di sekolah itu. Sebagai sub-kultur, kultur sekolah hadir dalam berbagai variasi dalam praktiknya.

Kultur sekolah memiliki peran simbolik dalam membentuk pola kultural dalam praktik kehidupan di sekolah. Kultur sekolah merupakan faktor kunci yang menentukan pencapaian prestasi akademik maupun non akademik, dan keterlaksanaan proses pembelajaran bagi siswa. Kultur sekolah meliputi faktor material yang nyata dan non- material yang tidak nyata. Realitas menunjukkan bahwa kunci keberhasilan pendidikan sering kali justru terletak pada faktor yang tak terlihat. Karenanya, menekankan perbaikan pendidikan di sekolah pada proses restrukturisasi semata, tidak lagi memadai. Namun demikian, restrukturisasi yang bersifat struktural dan rekonstruksi yang bersifat kultural tidak perlu saling menegasikan dalam praktiknya.

Dalam pengembangan kultur sekolah, terdapat aneka pilihan alternatif yang dapat disesuaikan dengan visi-misi dan kondisi sekolah, serta profil siswa dalam aneka kecerdasan majemuk Sebagai sub-kultur, setiap sekolah dapat mengembangkan kultur sekolah yang khas sesuai dengan potensi yang dimiliki, yang bisa jadi identik dengan kultur masyarakat  yang lebih luas. Dengan adanya variasi tersebut, setiap sekolah memiliki peluang yang sama untuk membanggakan keunggulan sekolah masing-masing yang khas. Semua ini tergantung pada peran pimpinan sekolah yang dapat menggerakkan dan mengkomunikasikan visi-misi sekolah kepada seluruh warga sekolah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar