Sabtu, 10 Juli 2021

Laporan bacaan ke 10 Siti Nurmaulina 11901369

Identitas Buku

Judul buku : Strategi Pembelajaran 

Penulis : Dr. Darmansyah, ST.M.Pd

Penerbit : program pascasarjana FIP UNP

Tahun terbit : 2012

Sumber : http://repository.uinsu.ac.id/555/1/STRATEGI%20PEMBELAJARAN.pdf

Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu yang meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberi pengalaman belajar kepada siswa. Strategi pembelajaran terdiri dari teknik (prosedur) dan metode yang akan membawa siswa pada pencapaian tujuan. Jadi, strategi lebih luas daripada metode dan teknik.

Ada dua kutub pendekatan yang bertolak belakang, yaitu ekspositori dan discovery. Kedua pendekatan tersebut bermuara dari teori Ausubel yang menggunakan penalaran deduktif (ekspositori) dan teori Bruner yang menggunakan penalaran induktif (discovery). Kedua pendekatan tersebut merupakan suatu kontinum. Dari titik-titik yang terdapat sepanjang garis kontinum itu, terdapat metode-metode pembelajaran dari metode yang berpusat pada guru (ekspositori), seperti ceramah, tanya jawab, demonstrasi, sampai dengan metode yang berpusat pada siswa (discovery/inquiry), seperti eksperimen.

Konsep strategi pembelajaran merupakan konsep yang multidimensi dalam arti dapat ditinjau dari berbagai dimensi (sudut pandang) Pengertian strategi pembelajaran dari dimensi perancangan, strategi pembelajaran adalah pemikiran dan pengupayaan secara strategis dalam memilih, menyusun, memobilisasi dan mensinergikan segala cara, sarana/prasarana, dan sumber daya untuk mencapai tujuan Dari dimensi pelaksanaan (pada unsur guru sebagai pelaku), strategi pembelajaran adalah keputusan bertindak secara Strategis dalam memodifikasi dan menyelaraskan komponen-komponen sistem instruksional untuk lebih mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran. Dari dimensi pelaksanaan, strategi pembelajaran adalah  pola umum perbuatan guru-murid dalam perwujudan kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap pelajaran matematika, khususnya kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa. Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri merupakan pendekatan pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar, peranan guru dalam pembelajaran dengan pendekatan inkuiri adalah sebagai pembimbing dan fasilitator.

Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi.

Strategi deduktif dimulai dari penampilan prinsip-prinsip yang diketahui ke prinsip-prinsip yang belum diketahui. Sebaliknya, dengan strategi induktif, pembelajaran dimulai dari prinsip-prinsip yang belum diketahui. Strategi ekspositori langsung merupakan strategi yang berpusat pada guru. Guru menyampaikan informasi terstruktur dan memonitor pemahaman belajar, serta memberikan balikan.

Strategi belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi kesempatan belajar secara individual sampai pelajar menuntaskan pelajaran sesuai irama belajar masing-masing. Ceramah dan demonstrasi merupakan dua strategi yang pada hakikatnya sama, yaitu guru menyampaikan fakta dan prinsip-prinsip, namun pada demonstrasi sering kali guru menunjukkan (mendemonstrasikan) suatu proses. Antara pertanyaan dan resitasi terdapat kesamaan yaitu, resitasi juga dapat berupa pertanyaan secara lisan.

 Praktik merupakan implementasi materi yang telah dipelajari, sedangkan drill dilakukan untuk mengulangi informasi sehingga pelajar benar-benar memahami materi yang dipelajari. Review  dilakukan untuk membantu guru menentukan penguasaan materi para pelajar, baik materi untuk prasyarat maupun materi yang telah diajarkan. Bagi pelajar, review berguna sebagai kesempatan untuk melihat kembali topik tertentu pada waktu lain.

Strategi penyampaian pembelajaran merupakan upaya untuk memilih metode yang digunakan untuk menyampaikan pembelajaran di dalam kelas yang sesuai dengan karakteristik  bahan ajar dan siswa, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Strategi pengelolaan pembelajaran merupakan upaya untuk melakukan proses pembelajaran secara efektif dan efisien dengan menekankan pada pengelolaan komponen pembelajaran untuk mencapai sasaran atau tujuan pembelajaran.

Strategi evaluasi merupakan suatu proses mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan instrumen test maupun non-test. Penilaian dimaksudkan untuk memberi nilai tentang kualitas hasil belajar yang telah dicapai peserta didik.

Dalam memilih strategi pembelajaran ada enam komponen yang perlu menjadi pertimbangan yaitu tujuan yang ingin dicapai, bagaimana karakteristik peserta didiknya, rancangan pesannya, bentuk hubungan guru-siswa, materi ajar apakah berbentuk konsep/prinsip/prosedur/fakta bentuk struktur pembelajaran yang terbuka. dan tertutup. Ke semuanya itu harus menjadi pertimbangan dalam memilih strategi pembelajaran.


Laporan bacaan ke 9 Siti Nurmaulina 11901369

Identitas Jurnal

Judul: Hakikat Bahan Ajar 

Penulis: Drh. Ida Malati Sadjati, M.Ed

Penerbit: Jurnal Online Redrieved May

Jilid: 13, 2012

Sumber : http://repository.ut.ac.id/4157/1/IDIK4009-M1.pdf


Pembelajaran adalah proses penyusunan informasi dan penataan lingkungan dalam proses penemuan ilmu pengetahuan. Pengertian lingkungan tidak hanya berarti tempat belajar, tetapi juga termasuk di dalamnya adalah metode, media, dan instrumen yang dibutuhkan untuk menyampaikan informasi dan membimbing siswa belajar. Informasi yang akan disampaikan dan lingkungan yang akan ditata bersifat fleksibel, tergantung pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Bahan ajar sebagai media dan metode pembelajaran sangat besar, artinya di dalam menambah dan meningkatkan efektivitas pembelajaran. Bermanfaat tidaknya suatu bahan ajar dalam proses pembelajaran sangat tergantung pada kemampuan  di dalam mengembangkan dan memanfaatkannya. Untuk itu, langkah-langkah pengembangan bahan ajar perlu  kuasai. Namun, perlu juga  ingat bahwa pengembangan bahan ajar tidak mungkin dapat berjalan dengan lancar apabila sebelumnya l tidak mengetahui jenis dan peran bahan ajar dalam pembelajaran serta faktor-faktor yang perlu  dipertimbangkan pada saat mengembangkannya.

 Bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Bahan ajar dikelompokkan menjadi bahan ajar cetak dan bahan ajar non cetak.

Bahan ajar dapat berperan bagi guru dan siswa. Bagi guru, bahan ajar dapat berperan (a) menghemat waktu guru mengajar, (b) mengubah peran guru dari satu-satunya sumber informasi di kelas menjadi fasilitator, dan (c) membantu proses pembelajaran menjadi lebih efektif. Sementara peran bahan ajar bagi siswa adalah (a) membantu siswa belajar tanpa harus ada guru atau siswa lain, (b) membuat siswa dapat belajar kapan dan di mana saja, (c) membuat siswa dapat belajar dengan kecepatannya sendiri, (d) menjadikan siswa dapat belajar menurut urutannya sendiri, dan (e) meningkatkan potensi siswa agar menjadi pelajar mandiri.

Peran bahan ajar dalam pembelajaran klasikal adalah sebagai bahan yang tak terpisahkan atau pelengkap dari buku utama. Pemanfaatan bahan ajar dalam pembelajaran klasikal dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.

Peran bahan ajar dalam pembelajaran individual adalah sebagai bahan utama dan sangat menentukan dalam proses pembelajaran. Di samping itu, bahan ajar juga dapat dijadikan sebagai alat yang dapat digunakan untuk menyusun dan mengawasi proses siswa memperoleh informasi.

Bahan ajar merupakan bahan yang terintegrasi dalam pembelajaran kelompok.

Dalam mengembangkan bahan ajar yang baik, ada lima langkah utama yang sebaiknya diikuti, yaitu berikut ini.

1. Tahap analisis merupakan tahap untuk mencari informasi mengenai perilaku dan karakteristik awal yang dimiliki siswa.

2. Tahap perancangan adalah tahap perumusan tujuan pembelajaran berdasarkan hasil analisis, pemilihan topik mata pelajaran, pemilihan media dan sumber, serta pemilihan strategi pembelajaran.

3. Tahap pengembangan merupakan tahap penulisan bahan ajar secara utuh. Tulislah apa yang dapat Anda tulis, tidak perlu harus urut.

4. Tahap evaluasi merupakan tahap yang harus dilalui untuk memperoleh masukan bagi penyempurnaan bahan ajar yang telah dikembangkan. Ada empat cara yang dapat dilakukan, yaitu telaah oleh ahli materi, uji coba satu-satu, uji coba kelompok kecil, dan uji coba lapangan.

5. Berdasarkan komentar yang diperoleh pada setiap tahap evaluasi, revisi dilakukan terhadap bagian bahan ajar yang perlu diperbaiki dan penyesuaian pada bagian lainnya agar bahan ajar yang dikembangkan tersebut menjadi bahan ajar yang utuh dan terpadu.

Seorang guru diharapkan dapat mengembangkan bahan ajar untuk digunakan dalam proses pembelajaran di kelasnya. Dalam proses pengembangan bahan ajar tersebut, terdapat 7 faktor yang harus dipertimbangkan oleh guru agar bahan ajarnya menjadi efektif. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.

1. Kecermatan isi, berkaitan dengan validitas isi dan keselarasan isi.

2. Ketepatan cakupan, berkaitan dengan keluasan dan kedalaman materi, serta keutuhan konsep yang dibahas berdasarkan bidang ilmunya.

3. Ketercernaan bahan ajar, berkaitan dengan kemudahan bahan ajar tersebut dipahami dan dimengerti oleh siswa sebagai pengguna.

4. Penggunaan bahasa, berkaitan dengan pemilihan ragam bahasa, pemilihan kata, penggunaan kalimat efektif dan penyusunan paragraf yang bermakna.

5. Perwajahan/pengemasan, berkaitan dengan tata letak informasi dalam satu halaman cetak.

6. Ilustrasi, berkaitan dengan variasi penyampaian pesan dalam penulisan bahan ajar agar lebih menarik, memotivasi, komunikatif, dan membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap isi pesan.

7. Kelengkapan komponen, berkaitan dengan paket bahan ajar yang berfungsi sebagai komponen utama, komponen pelengkap, dan komponen evaluasi hasil belajar.


Laporan bacaan ke 8 Siti Nurmaulina 11901369

Identitas Jurnal

Judul: Kultur Sekolah 

Penulis: Ariefa Efianingrum

Penerbit:  Jurnal Pemikiran Sosiologi 

Volume : Volume 2 No.1 , Mei 2013

Sumber : https://jurnal.ugm.ac.id/jps/article/download/23404/pdf


Budaya sekolah merupakan himpunan norma-norma, nilai-nilai dan keyakinan, ritual dan upacara, simbol dan cerita yang membentuk persona sekolah. Disini tertulis harapan untuk membangun dari waktu ke waktu sebagai guru, administrator, orang tua, dan siswa bekerja sama, memecahkan masalah, menghadapi tantangan dan mengatasi kegagalan. Setiap sekolah memiliki seperangkat harapan tentang apa yang dapat dibahas pada rapat staf, bagaimana teknik mengajar yang baik, dan pentingnya pengembangan staf. Budaya sekolah juga merupakan cara berpikir tentang sekolah dan berurusan dengan budaya dimana mereka bekerja.

Menurut Peterson (2002), suatu budaya sekolah mempengaruhi cara orang berpikir, merasa, dan bertindak. Mampu memahami dan membentuk budaya adalah kunci keberhasilan sekolah dalam mempromosikan staf dan belajar siswa. Sedangkan menurut Willard Waller (Deal & Peterson, 2011), sekolah memiliki budaya yang pasti tentang diri mereka sendiri. Di sekolah, ada ritual yang kompleks dalam hubungan interpersonal, satu set kebiasaan, adat istiadat, dan sanksi irasional, kode moral yang berlaku di antara mereka. Orang tua, guru, kepala sekolah, dan siswa selalu merasakan sesuatu yang istimewa, namun sering kali tak terdefinisikan, tentang sekolah mereka, tentang sesuatu yang sangat kuat namun sulit untuk dijelaskan. Kenyataan ini, merupakan aspek sekolah yang sering diabaikan dan akibatnya sering kali tidak hadir dalam diskusi-diskusi tentang upaya perbaikan sekolah.

Dalam literatur sosiologi pendidikan, kebudayaan sekolah dimaknai sebagai: a complex set of beliefs, values and traditions, ways of thinking and behaving, yaitu seperangkat keyakinan, nilai, dan tradisi, cara berpikir dan berperilaku yang membedakannya dari institusi-institusi lainnya (Vembriarto, 1993). Lebih lanjut dikemukakan bahwa kebudayaan sekolah memiliki unsur-unsur penting, mulai dari yang abstrak/non-material hingga yang konkrit/material, yaitu:

1. Nilai-nilai moral, sistem peraturan, dan iklim kehidupan sekolah.

2. Pribadi-pribadi yang merupakan warga sekolah yang terdiri atas siswa, guru, non teaching specialist, dan tenaga administrasi.

3. Kurikulum sekolah yang memuat gagasan-gagasan maupun fakta-fakta yang menjadi keseluruhan program pendidikan.

4. Letak, lingkungan, dan prasarana fisik sekolah gedung sekolah, mebel air, dan perlengkapan lainnya.

Kebudayaan sekolah merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat luas, namun mempunyai ciri-ciri yang khas/unik sebagai suatu sub-kebudayaan/sub-culture (Nasution, 1999).

Timbulnya sub-kebudayaan sekolah juga terjadi karena sebagian besar dari waktu siswa terpisah dari kehidupan orang dewasa. Dalam kondisi demikian, dapat berkembang pola perilaku yang khas bagi siswa yang tampak dari pakaian, bahasa, kebiasaan, kegiatan-kegiatan, serta upacara-upacara. Sebab lain timbulnya kebudayaan sekolah adalah tugas sekolah yang khas yakni mendidik anak melalui penyampaian sejumlah pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), ketrampilan (psikomotorik) yang sesuai dengan kurikulum dengan metode dan teknik kontrol tertentu yang berlaku di sekolah itu. Sebagai sub-kultur, kultur sekolah hadir dalam berbagai variasi dalam praktiknya.

Kultur sekolah memiliki peran simbolik dalam membentuk pola kultural dalam praktik kehidupan di sekolah. Kultur sekolah merupakan faktor kunci yang menentukan pencapaian prestasi akademik maupun non akademik, dan keterlaksanaan proses pembelajaran bagi siswa. Kultur sekolah meliputi faktor material yang nyata dan non- material yang tidak nyata. Realitas menunjukkan bahwa kunci keberhasilan pendidikan sering kali justru terletak pada faktor yang tak terlihat. Karenanya, menekankan perbaikan pendidikan di sekolah pada proses restrukturisasi semata, tidak lagi memadai. Namun demikian, restrukturisasi yang bersifat struktural dan rekonstruksi yang bersifat kultural tidak perlu saling menegasikan dalam praktiknya.

Dalam pengembangan kultur sekolah, terdapat aneka pilihan alternatif yang dapat disesuaikan dengan visi-misi dan kondisi sekolah, serta profil siswa dalam aneka kecerdasan majemuk Sebagai sub-kultur, setiap sekolah dapat mengembangkan kultur sekolah yang khas sesuai dengan potensi yang dimiliki, yang bisa jadi identik dengan kultur masyarakat  yang lebih luas. Dengan adanya variasi tersebut, setiap sekolah memiliki peluang yang sama untuk membanggakan keunggulan sekolah masing-masing yang khas. Semua ini tergantung pada peran pimpinan sekolah yang dapat menggerakkan dan mengkomunikasikan visi-misi sekolah kepada seluruh warga sekolah.


Laporan bacaan ke 7 Siti Nurmaulina 11901369

 Identitas Jurnal

Judul: URGENSI MANAJEMEN KELAS 

UNTUK MENCAPAI TUJUAN PEMBELAJARAN

Penulis: Yeni Asmara, Dina Sri Nindianti

Penerbit: SINDANG: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah, 

Volume : Vol. 1, No. 1 (Jan-Juni 2019): 12-24.

sumber : https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JS/article/download/192/133#:~:text=Adapun%20Urgensi%20manajemen%20kelas%20dalam,mungkin%20sehingga%20tujuan%20pembelajaran%20dapat

Manajemen kelas seperti yang dijelaskan oleh Djamarah (2006:51) yaitu serangkaian kegiatan sistematis sebagaisuatu upaya dalam mendayagunakan potensi kelas yang ada oleh guru dengan seoptimal mungkin sehingga dapat mendukung terjadinya proses interaksi edukatif antara peserta didik dengan tenaga pengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan pengertian lain dapat diartikan bahwa manajemen kelas menunjukkan sebagai bentuk pola tingkah laku yang kompleks dari tenaga pengajar dalam hal ini guru sebagai upaya mewujudkan proses pengajaran dan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan secara efektif dan efisien.

konsep manajemen kelas menunjukkan suatu upaya yang dilakukan guru dalam melakukan pengelolaan siswa dalam proses pembelajaran di kelas dengan melakukan serangkaian kegiatan yang sistematis dalam menciptakan dan memelihara lingkungan atau kondisi kelas yang kondusif dan menyenangkan sehingga dapat menunjang program pengajaran yang telah direncanakan sebelumnya serta dapat menimbulkan, meningkatkan serta mempertahankan motivasi belajar siswa sehingga diharapkan siswa dapat selalu aktif dalam melibatkan diri pada saat proses pembelajaran atau dapat berperan aktif pada proses pendidikan di sekolah. Dengan arti lain bahwa manajemen kelas merupakan pola prilaku guru yang kompleks yang ditunjukkan dengan berbagai kegiatan yang dilakukan sebagai suatu upaya agar dapat menciptakan dan memelihara kondisi pembelajaran yang menyenangkan sehingga siswa dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal dan tercapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

Adapun tujuan manajemen kelas agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan optimal dan sesuai dengan perencanaan kegiatan sebelumnya sehingga tujuan umum dan khusus dari pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien serta membantu memberikan kemudahan bagi siswa dalam mengekplorasi potensi yang dimiliki sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki. Dengan kata lain manajemen kelas juga bertujuan untuk mengupayakan agar peserta didik pada saat mengikuti proses pembelajaran di kelas dapat melakukan aktifitas belajar serta mengerjakan tugas atau kegiatan laiinya sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga menciptkan suasana tertib dan mampu mengembangkan serta membangkitkan sikap siswa untuk bertanggung jawab atas segala prilaku yang ditunjukkan oleh siswa ketika proses pembelajaran berlangsung di kelas sehingga apa yang menjadi tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Untuk mengimplementasikan manajemen kelas secara efektif dan efisien, guru perlu memiliki pengetahuan mengelola pembelajaran dalam kelas yang dimulai dari tahap awal seperti kegiatan merencanakan, memiliki pengetahuan luas tentang bagaimana melakukan pengorganisasian kelas yang baik serta diperlukannya sikap kewibawaan guru yang perlu ditingkatkan sehingga memunculkan jiwa kepedulian, semangat mengajar, disiplin mengajar, keteladanan dan hubungan manusiawi dengan siswa sebagai moral yang bermartabat dalam rangka membantu mewujudkan suasana pembelajaran di sekolah yang kondusif. Disampingi itu juga dalam pengimplementasian manajemen kelas ini guru juga dituntut untuk melakukan fungsinya sebagai manajer atau guru dalam meningkatkan proses pembelajaran, seperti dengan melaksanakan kegiatan pembinaan pada siswa, memberikan saran-saran positif , tukar pikiran atau sumbang saran guru pada siswa sebagai upaya untuk membangkitkan motivasi dan semangat belajar yang pada akhirnya mengupayakan untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri. Adapun Urgensi manajemen kelas dalam mencapai tujuan pembelajaran yaitu (1) Kegiatan manajerial yang meliputi kegiatan dalam upaya untuk menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang kondusif dan menyenangkan yang dapat memungkinkan terlaksananya proses pembelajaran seoptimal mungkin sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. (2) Peran guru dalam pengimplementasian manajemen kelas dapat meliputi kegiatan seperti pengorganisasian kelas, pengaturan tempat duduk siswa, pengaturan alat dan bahan serta media pelajaran, pemeliharaan keindahan dan kebersihan ruangan kelas, , dan lain-lain. (3) Pola tingkah laku guru dalam melakukan pengelolaan kelas sebagai upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan secara umum dan kualitas pembelajaran secara khusus dapat diwujudkan diantaranya adanya kemampuan guru dalam memahami dan menguasai kurikulum,serta penguasaan dalam memilih metode dan media pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, materi dan karakteristik siswa.


Kamis, 08 Juli 2021

Laporan bacaan ke 6 Siti Nurmaulina 11901369

 Identitas Jurnal

Judul: MANAJEMEN SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN PADA SDN DAYAH GUCI KABUPATEN PIDIE

Penulis: Muhammad Nur, Cut Zahri Harun, Sakdiah Ibrahim

Penerbit: Jurnal Administrasi Pendidikan Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume : Volume 4, Nomor 1, Februari 2016

Sumber : https://media.neliti.com/media/publications/93694-ID-manajemen-sekolah-dalam-meningkatkan-mut.pdf

Manajemen dalam arti luas adalah perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal harus mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik.

Manajemen sekolah merupakan proses mengelola sekolah melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan sekolah agar mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Kepala sekolah sebagai manajer sekolah menempati posisi yang telah ditentukan di dalam organisasi sekolah. Salah satu perioritas kepala sekolah dalam manajemen sekolah ialah manajemen pembelajaran.

Adapun fungsi dari manajemen sekolah sebagi berikut. Secara umum ada empat fungsi manajemen yang banyak dikenal masyarakat yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pengorganisasian (organizing), fungsi pengarahan (directing) dan fungsi pengendalian (controlling). Untuk fungsi pengorganisasian terdapat pula fungsi staffing (pembentukan staf). 

Dalam proses manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang pimpinan, menurut Yamin dan Maisah (2009,2), Yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling).

Perencanaan sebagai suatu strategi untuk mencapai tujuan yang dibuat suatu tindakan, program dan kegiatan dilaksanakan. 

Proses perencanaan dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang mengintarinya dan mengandung sifat optimisme didasarkan atas kepercayaan bahwa akan dapat mengatasi berbagai macam permasalahan. Menurut Gibson, dkk. (Sagala, 2013,55) "perencanaan mencangkup kegiatan menentukan sasaran dan alat yang sesuai untuk mencapai tujuan yang ditentukan"

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 38 ayat (1) berbunyi: "Pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan".

Perencanaan program sekolah memiliki dua fungsi, yaitu: perencanaan merupakan upaya sistematis yang menggambarkan penyusunan rangkaian tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi atau lembaga dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia atau disediakan; dan perencanaan merupakan kegiatan untuk mengerahkan atau menggunakan sumber-sumber yang terbatas secara efesien dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Rencana tahunan sekolah meliputi: program pengajaran terdiri dari: 

kebutuhan tenaga guru pembagian tugas mengajar, pengadaan buku-buku pelajaran, alat-alat pelajaran dan alat peraga, pengadaan atau pengembangan laboratorium sekolah, dan perpustakaan sekolah, sistem penilaian hasil belajar, dan kegiatan kurikuler.

Evaluasi merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program yang telah dilaksanakan. Evaluasi pelaksanaan program sekolah perlu dibuat laporan yang terdiri dari laporan keuangan dan laporan teknis. Hambatan dalam perencanaan program sekolah, yaitu partisipasi masyarakat dan kesulitan ekonominya sehingga dukungan mereka terhadap manajemen sekolah ikut rendah. Upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah yaitu mengajak orang tua murid dan masyarakat untuk memberikan dukungan non dana kepada sekolah, walaupun mereka tidak mampu berkontribusi dalam menyumbang dana pendidikan. 

Hambatan lain yang dihadapi kepala sekolah dalam pelaksanaan program sekolah yaitu relevansi pendidikan yang merupakan salah satu masalah pendidikan yang perlu penyesuaian dan peningkatan materi program pendidikan. Upaya yang ditempuh kepala sekolah dalam mengatasi masalah tersebut yaitu menjamin pendidikan melalui program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu dan lebih fungsional, baik bagi individu maupun masyarakat, diperlukan keterlibatan para tokoh masyarakat, merancang isi kurikulum, dan jenis pembelajarannya. 


Laporan bacaan ke 5 Siti Nurmaulina 11901369

 Nama : Siti Nurmaulina 

NIM : 11901369

Kelas : PAI 4D 

Mata kuliah : Magang 1 


Judul buku : Evaluasi Pembelajaran-Rajawali pers 

Penulis : Drs. Muhammad Ilyas Ismail

Penerbit : RajaGrafindo Persada  

Tahun terbit : 2021

Sumber : Pinjam buku teman


 Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah saya masih bisa diberi nikmat sehat untuk mengerjakan laporan bacaan ini. Hal ini dilakukan untuk memenuhi tugas mingguan dari mata kuliah Magang 1. Membaca dan menulis dalam laporan merupakan bagian penting untuk mahasiswa sebagai latihan dalam menuis skripsi nantinya.


Buku yang dilaporkan adalah buku yang berjudul Evaluasi Pembelajaran yang di tulis oleh Drs. Muhammad Ilyas Ismail


INSTRUMEN EVALUASI BENTUK TES

Instrumen Evaluasi pembelajaran jenis tes adalah teknik yang paling umum digunakan dalam kegiatan pengukuran. Meskipun teknik ini tidak selalu yang terbaik dan tepat untuk beberapa tujuan.

Jenisnya juga bermacam-macam. Misalnya tes prestasi belajar (achievement test), tes penguasaan (proficiency test), tes bakat (aptitude test), tes diagnostik (diagnostic test). dan tes penempatan (placement test). Jika dilihat dari bentuk jawaban peserta didik, maka tes dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan.

Tes tertulis ada dua bentuk, yaitu bentuk uraian (essay) dan bentukobjektif (objective).

 A. Tes Tertulis Bentuk Uraian (Essay)

Tes bentuk uraian adalah tes yang pertanyaannya membutuhkan jawaban uraian, baik uraian secara bebas maupun uraian secara terbatas. Tes bentuk uraian ini, khususnya bentuk uraian bebas menuntut kemampuan murid untuk mengorganisasikan dan merumuskan jawaban dengan menggunakan kata-kata sendiri serta dapat mengukur kecakapan murid untuk berfikir tinggi yang biasanya dituangkan dalam bentuk pertanyaan yang menuntut:

- Memecahkan masalah

-Menganalisa masalah

- Membandingkan

- Menyatakan hubungan

- Menarik kesimpulan dan sebagainya (Sutomo, 1995:80).

Dilihat dari keluasan materi yang ditanyakan, maka tes bentuk uraian ini dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu uraian terbatas (restricted respons items) dan uraian bebas (extended respons items).

Tes uraian memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

a. Tes tersebut bentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban berupa uraian atau paparan kalimat yang pada umumnya cukup panjang.

b. Bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntuk kepada tester untuk memberikan penjelasan, komentar, penafsiran, membanding-kan, membedakan, dan sebagainya.

c. Jumlah soal butir uraiannya terbatas yaitu berkisar lima sampai dengan sepuluh butir.

d. Pada umumnya butir-butir soal uraian diawali dengan kata-kata, “uraikan”,…. “Mengapa”,….”Terangkan”,….”Jelaskan”,

Untuk penyusunan jenis tes bentuk uraian ada beberapa langkah yang dapat dipedomani sebagai berikut:

1. Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian diusahakan agar soal tersebut dapat mencakup ide-ide pokok dari materi pelajaran yang telah diajarkan.

2. Untuk menghindari tumbuhnya perbuatan curang oleh tester misalnya, menyontek dan bertanya kepada tester yang lainya hendaknya sesuatu kalimat pada soal berlawanan dengan buku pelajaran.

3. Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian hendaknya diusahakan agar pertanyaan-pertanyaan itu jangan dibuat seragam melainkan bervariasi.

Contohnya:

Jelaskan perbedaan antara …dengan .. dan kemukakan alasannya… mengapa..

4. Kalimat soal yang disusun hendaklah ringkas dan padat.

5. Sebelum tester mengerjakan soal hendaklah seorang tester mengemukakan cara mengerjakannya, contoh, “Jawaban soal harus ditulis di atas lembaran jawaban dan sesuai dengan urut nomor.

Sebagaimana jenis tes lainnya, tes uraian juga memiliki beberapa kebaikan dan kekurangan. 

Kebaikan tes uraian diantaranya adalah:

- Bagi guru, menyusun tes tersebut sangat mudah dan tidak memerlukan waktu yang lama. 

- Si penjawab mempunyai kebebasan dalam menjawab dan mengeluarkan isi hati dan buah pikirannya.

- Melatih mengeluarkan pikiran dalam bentuk kalimat atau bahasa yang teratur. 

- Lebih ekonomis, hemat karena tidak memerlukan kertas terlalu banyakuntuk membuat soal tes, dapat didektekan atau ditulis dipapan tulis.

Sedangkan kelemahan tes uraian yakni:

- Tidak atau kurang dapat digunakan untuk mengetes pelajaran yang luas atau banyak sehingga kurang dapat menilai isi pengetahuan siswa yang sebenarnya. 

- Kemungkinan jawaban dan keterangan sifatnya menyulitkan penjelasan pengetesan dalam mensekornya.

- Baik buruknya tulisan dan panjang pendeknya jawaban yang sama mudah menimbulkan evaluasi dan perskoran (scorting) yang kurangobjektif.

B. Tes Hasil Belajar Bentuk Objektif

Tes objektif disebut objektif karena cara pemeriksaannya yang seragam terhadap semua murid yang mengikuti sebuah tes. Tes objektif juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek (short answer test), dan salah satu tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal (items) yang dapat dijawab oleh tester dengan jalan memilih salah satu (atau lebih), di antara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada masing masing items atau dengan jalan menuliskan jawabannya berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat-tempat yang disediakan untuk masing-masing butir yang bersangkutan.

Terdapat beberapa jenis tes bentuk objektif, misalnya: bentuk melengkapi (completion test), pilihan ganda (multifle chois), menjodohkan (matching), bentuk pilihan benar-salah (true false). Lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut.

1. Melengkapi (Completion test).

Completion test adalah dikenal dengan istilah melengkapi atau menyempurnakan. Salah satu jenis objektif yang hampir mirip sekali dengan tes objektif fill in. Letak perbedaannya ialah pada tes objektif bentuk fill in bahan yang dites itu merupakan satu kesatuan. Sedangkan pada tes objektif bentuk completion tidak harus demikian.

Contoh:

Isilah titik-titik dibawah ini dengan jawaban yang benar dan tepat.

Faktor prima dari bilangan 15 adalah ......…

Test completion memiliki kelebihan yakni :

a. Test ini amat mudah dalam penyusunannya.

b. Jika dibanding dengan tes objektif bentuk fill in, tes objektif ini lebih menghemat tempat (kertas).

c. Karena bahan yang disajikan dalam tes ini cukup banyak dan beragam.

d. Test ini juga dapat digunakan untuk mengukur berbagai taraf kom- petensi dan tidak sekedar mengungkapkan taraf pengenalan atau hapalan saja.

Kekurangan tes completion yakni :

a. Pada umumnya tester cenderung menggunakan tes model ini untuk mengungkapkan daya ingat atau aspek hapalan saja.

b. Dapat terjadi bahwa butir-butir item dari tes model ini kurang relevan untuk disajikan.

c. Karena pembuatannya mudah, maka tester sering kurang hati- hati dalam membuat soal-soal.

2. Test objektif bentuk multifle choice test (pilihan berganda)

Test multifle chois, tes pilihan ganda merupakan tes objektif dimana masing-masing tes disediakan lebih dari kemungkinan jawaban, dan hanya satu dari pilihan-pilihan tersebut yang benar atau yang paling benar.

Penyusunan tes dalam bentuk multifle chois

a. Hendaknya antara pernyataan dalam soal dengan alternatif jawaban terdapat kesesuaian.

b. Kalimat pada tiap-tiap butir soal hendaknya dapat disusun dengan jelas.

c. Sebaiknya soal hendaknya disusun menggunakan bahasa yang mudah dipahami.

d. Setiap butir pertanyaan hendaknya hanya mengandung satu masalah, meskipun masalah itu agak kompleks.

3. Test objektif bentuk matching (menjodohkan)

Test bentuk ini sering dikenal dengan istilah tes menjodohkan, tes mencari pandangan, tes menyesuaikan, tes mencocokkan. Ciri-ciri tes ini adalah :

a. Test terdiri dari satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban.

b. Tugas tes adalah mencari dan menetapkan jawaban-jawaban yang telah bersedia sehingga sesuai dengan atau cocok atau merupakan pasangan, atau merupakan “jodoh” dari pertanyaan.

Test bentuk matching memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari tes ini adalah .

1. Pembuatan mudah.

2. Dapat dinilai dengan mudah dan cepat dan objektif.

3. Apabilas tes jenis ini dibuat dengan baik, maka faktor merubah praktis dapat dihilangkan

4. Test ini sangat berguna untuk menilai berbagai hal.

Kelemahan dari test matching yakni :

1. Matching test cenderung lebih banyak mengungkap aspek hapalan atau daya ingat.

2. Karena mudah disusun, maka tes jenis ini kurang baik acap kali dijadikan “pelarian” bagi pengajaran, yaitu kalau pengajar tidak sempat lagi untuk membuat tes bentuk lain.

3. Karena jawaban yang pendek, maka tes ini kurang baik untuk mengevaluasi pengertian dan kemampuan membuat tafsiran.

4. Test objektif bentuk fill in (isian)

Test objektif bentuk fill in ini biasanya berbentuk cerita atau karangan.

Test objektif fill ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya ialah :

a. Dengan menggunakan tes objektif bentuk fill in maka masalah yang diwujudkan tertuang secara keseluruhan dalam konteksnya.

b. Cara penyusunannya mudah.

Adapun kekurangannya adalah:

1. Test objektif fill ini cenderung lebih banyak mengungkapkan aspek pengetahuan atau pengenalan saja.

2. Test ini juga sifatnya konfrensif, sebab hanya dapat mengungkapkan sebahagian saja dari bahan yang seharusnya diteskan.

Cara penyusunan tes objektif bentuk fill in:

1. Agar tes ini dapat digunakan secara efisien sebaiknya jawaban yang harus diisikan ditulis pada lembar jawaban atau pada tempat yang terpisah.

2. Ungkapan cerita yang dijadikan bahan tes hendaknya disusun seringkas mungkin demi menghemat tempat atau kertas serta waktu penyesuaiannya.

3. Apabila jenis mata pelajaran yang akan disajikan itu memungkinkan pengajaran atau pengujian soal juga dapat dituangkan dalam bentuk gambar.

5. Test objektif bentuk True False (benar salah)

Test ini juga sering dikenal dengan tes objektif bentuk “Ya-Tidak” tes objektif bentuk true false adalah salah satu bentuk tes, dimana ada yang benar dan ada yang salah.

Contohnya adalah :

1. (B)-(S). Rasulullah dilahirkan pada tahun 571 H bertepatan dengan tahun Gajah.

2. (B)-(S). Rasulullah dijuluki dengan “Al-Amin” karena beliau tidak pernah bohong.

Kelebihan dan kekurangan test true-false, kelebihannya ialah :

1. Pembuatan mudah dapat dipergunakan berulang kali.

2. Dapat mencakup bahan pelajaran yang luas.

3. Tidak terlalu banyak memakan kertas.

4. Bagi tester cara mengerjakannya mudah.

Adapun kekurangannya adalah :

1. Test objektif bentuk true false membuka peluang bagi tester untukberspekulasi dalam memberikan jawaban.

2. Sifatnya awal terbatas dalam arti bahwa tes tersebut hanya dapat mengungkapkan daya ingat dan pergerakan kembali saja.

3. Dapat terjadi bahwa butir-butir soal tes objektif, jenis ini tidak dapat dijawab dengan dua kemungkinan saja yakni benar atau salah.

C. Tes Tindakan (Performance Test)

Tes tindakan adalah tes yang menuntut jawaban peserta didik dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan di bawah pengawasan/penguji yang akan mengobservasi penampilannya dan membuat keputusan tentang kualitas hasil belajar yang dihasilkannya atau ditampikannya. Peserta didik bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan dan ditanyakan.

Tes tindakan dapat digunakan untuk menilai kualitas suatu perkerjaan yang telah selesai dikerjakan oleh peserta didik, termasuk juga keterampilan dan ketepatan menyelesaikan suatu pekerjaan, kecepatan dan kemampuan merencanakan suatu pekerjaan.

 Tes jenis ini sangat bermanfaat untuk memperbaiki kemampuan/ perilaku peserta didik, karena secara objektif kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh peserta didik dapat diamati dan diukur, sehingga menjadi dasar pertimbangan untuk praktik selanjutnya.

Sebagaimana jenis tes yang lain, tes tindakan pun mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan tes tindakan adalah:

(1) satu-satunya teknik tes yang dapat digunakan untuk mengetahuihasil belajar dalam bidang keterampilan, seperti keterampilanmembaca al-Qur’an berdasarkan ilmu tajwid.

(2) sangat baik digunakan untuk mencocokkan kesesuaian antara pengetahuan teori dengan keterampilan praktik, sehingga hasil penilaian menjadi lengkap.

(3) dalam pelaksanaannya tidak memungkinkan peserta didik untuk saling menyontek.

(4) guru dapat lebih mengenal karakteristik masing-masing peserta didik sebagai dasar tindak lanjut hasil penilaian, seperti penbelajaran remedial.

Adapun kelemahan/kekurangan tes tindakan adalah:

(1) memakan waktu yang lama

(2) dalam hal tertentu membutuhkan biaya yang besar

(3) cepat membosankan

(4) jika tes tindakan sudah menjadi sesuatu yang rutin, maka ia tidakmempunyai arti apa-apa lagi

(5) memerlukan syarat-syarat pendukung yang lengkap, baik waktu, tenaga maupun biaya. Jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi,maka hasil penilaian tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.


Laporan bacaan ke 4 Siti Nurmaulina 11901369

 Nama : Siti Nurmaulina 

NIM : 11901369

Kelas : PAI 4D 

Mata kuliah : Magang 1 


Judul buku : Evaluasi Pembelajaran 

Penulis : Drs. Asrul M.Si dkk

Penerbit : Citapustaka  Media 

Tahun terbit : 2015

Sumber : http://repository.uinsu.ac.id/928/1/Buku%20Evaluasi%20Pembelajaran.pdf


 Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah saya masih bisa diberi nikmat sehat untuk mengerjakan laporan bacaan ini. Hal ini dilakukan untuk memenuhi tugas mingguan dari mata kuliah Magang 1. Membaca dan menulis dalam laporan merupakan bagian penting untuk mahasiswa sebagai latihan dalam menuis skripsi nantinya.


Buku yang dilaporkan adalah buku yang berjudul Evaluasi Pembelajaran yang di tulis oleh Drs. Asrul, M. Si dkk


Pengertian Evaluasi pembelajaran 

evaluasi pembelajaran pada dasarnya

bukan hanya menilai hasil belajar, tetapi juga proses-proses yang dilalui

pendidik dan peserta didik dalam keseluruhan proses pembelajaran.

Istilah tes, pengukuran (measurement), penilaian (assesment) dan

evaluasi sering disalahartikan dan disalahgunakan dalam praktik evaluasi.

Secara konsepsional istilah-istilah tersebut sebenarnya berbeda satu

sama lain, meskipun mempunyai keterkaitan yang sangat erat.

Tes adalah pemberian suatu tugas atau rangkaian tugas dalam

bentuk soal atau perintah/suruhan lain yang harus dikerjakan oleh

peserta didik. Hasil pelaksanaan tugas tersebut digunakan untuk menarik

kesimpulan-kesimpulan tertentu terhadap peserta didik.

Pengukuran (measurement) adalah suatu proses untuk menentukan

kuantitas daripada sesuatu. Sesuatu itu bisa berarti peserta didik, starategi

pembelajaran, sarana prasana sekolah dan sebagainya. Untuk melakukan

pengukuran tentu dibutuhkan alat ukur. Dalam bidang pendidikan,

psikologi, maupun variabel-variabel sosial lainnya, kegiatan pengukuran

biasanya menggunakan tes sebagai alat ukur.

Sedangkan penilaian (assesment) adalah suatu proses atau kegiatan

yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi

tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat

keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu

(Arifin, 2013:4). Jika dilihat dalam konteks yang lebih luas, keputusan

tersebut dapat menyangkut keputusan tentang peserta didik (seperti

nilai yang akan diberikan), keputusan tentang kurikulum dan program

atau juga keputusan tentang kebijakan pendidikan.

Sejalan dengan pengertian evaluasi yang disebutkan di atas, Arifin

(2013:5) mengemukakan bahwa pada hakikatnya evaluasi adalah

suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan

kualitas (nilai dan arti) daripada sesuatu, berdasarkan pertimbangan

dan kriteria tertentu dalam rangka mengambil suatu keputusan.

Berdasarkan pengertian tersebut, Arifin selanjutnya menjelaskan

beberapa hal tentang evaluasi, bahwa:

1. Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil (produk).

Hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi adalah gambaran kualitas

daripada sesuatu, baik yang menyangkut tentang nilai atau arti.

Sedangkan kegiatan untuk sampai kepada pemberian nilai dan

arti itu adalah evaluasi. Gambaran kualitas yang dimaksud merupakan

konsekuensi logis dari proses evaluasi yang dilakukan. Proses tersebut

tentu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan, dalam arti

terencana, sesuai dengan prosedur dan aturan, dan terus menerus.

2. Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan kualitas daripada sesuatu,

terutama yang berkenaan dengan nilai dan arti.

3. Dalam proses evaluasi harus ada pemberian pertimbangan (judgement). Pemberian pertimbangan ini pada dasarnya merupakan konsep

dasar evaluasi. Melalui pertimbangan inilah ditentukan nilai dan

arti (worth and merit) dari sesuatu yang sedang dievaluasi. Tanpa

pemberian pertimbangan, suatu kegiatan bukanlah termasuk kategori

kegiatan evaluasi.

4. Pemberian pertimbangan tentang nilai dan arti haruslah berdasarkan

kriteria tertentu. Tanpa kriteria yang jelas, pertimbangan nilai dan

arti yang diberikan bukanlah suatu proses yang dapat diklasifikasikan

sebagai evaluasi. Kriteria ini penting dibuat oleh evaluator dengan

pertimbangan (a) hasil evaluasi dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah (b) evaluator lebih percaya diri (c) menghindari adanya

unsur subjektifitas (d) memungkinkan hasil evaluasi akan sama

sekalipun dilakukan pada waktu dan orang yang berbeda, dan

(e) memberikan kemudahan bagi evaluator dalam melakukan penafsiran

hasil evaluasi.

Proses Evaluasi Dalam Pendidikan

Apabila sekolah diumpamakan sebagai tempat untuk proses produksi,

dan calon peserta didik diumpamakan sebagai bahan mentah, maka lulusan

dari sekolah itu hampir sama dengan pruduk hasil olahan yang sudah

siap digunakan disebut juga dengan ungkapan transformasi.

- Input : adalah bahan mentah yang dimasukkan kedalam transformasi.

Dalam dunia sekolah maka yang dimaksud dengan bahan mentah

adalah calon peserta didik yang baru akan memasuki sekolah.

Sebelum memasuki sesuatu tingkat sekolah (institusi) calon peserta

didik itu dinilai dahulu kemampuannya.

Dengan penelitian itu diketahui apakah kelak akan mampu mengikuti

pelajaran dan melaksanakan tugas-tugas yang akan diberikan kepadanya. 

- Ouput: Adalah bahan jadi yang dihasilkan oleh transformasi. Yang

dimaksud dalam pembicaraan ini adalah peserta didik lulusan sekolah

yang bersangkutan untuk dapat menentukan apakah peserta didik

berhak lulus atau tidak, perlu diadakan kegiatan penilian. 

- Transformasi: adalah mesin yang bertugas mengubah bahan mentah

menjadi bahan jadi. Dalam dunia sekolah, sekolah itulah yang dimaksud

dengan transformasi. Sekolah itu sendiri terdiri dari beberapa mesin

yang menyebabkan berhasil atau gagalnya sebagai tranformasi.

Bahan jadi yang diharapkan dalam hal ini peserta didik lulusan

sekolah ditentukan oleh beberapa faktor sebagai akibat pekerjaannya

unsur-unsur yang ada.

Unsur-unsur transformasi sekolah tersebut antara lain:

a. Guru dan personal lainya.

b. Metode mengajar dan sistem evaluasi.

c. Sarana penunjang.

d. Sistem administrasi.

 - Umpan Balik (feed back): adalah segala informasi baik yang menyangkut

output maupun transformasi.

Umpan balik ini diperlukan sekali untuk memperbaiki input maupun

transformasi. Lulusan yang kurang bermutu atau yang tidak siap

pakai yang belum memenuhi harapan, akan menggugah semua

pihak untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan penyebab

kurang bermutunya lulusan.


Ciri-ciri Evaluasi dalam Pendidikan

Ada lima ciri evaluasi dalam pendidikan sebagaimana diungkapkan

Suharsimi (2002:11), yaitu:

Ciri pertama, penilaian dilakukan secara tidak langsung. Sebagai

contoh mengetahui tingkat inteligen seorang anak, akan mengukur

kepandaian melalui ukuran kemampuan menyelesaikan soal-soal.

Ciri kedua dari penilaian pendidikan yaitu penggunaan ukuran

kuantitatif. 

Ciri ketiga dari penilaian pendidikan, yaitu bahwa penilaian pendidikan

menggunakan, unit-unit untuk satuan-satuan yang tetap karena IQ

105 termasuk anak normal.

Ciri kempat dari penilaian pendidikan adalah bersifat relatif artinya

tidak sama atau tidak selalu tetap dari satu waktu ke waktu yang lain.

Ciri kelima dalam penilaian pendidikan adalah bahwa dalam penilaian

pendidikan itu sering terjadi kesalahan-kesalahan. 

Tujuan Dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran

Chittenden (1994) secara simpel mengklasifikasikan tujuan penilaian

(assessment purpose) adalah untuk (1). keeping track, (2). checking-

up, (3). finding-out, and (4). summing-up. Keempat tujuan tersebut

oleh Arifin (2013:15) diuraikan sebagai bertikut:

1. Keeping track, yaitu untuk menelusuri dan melacak proses belajar

peserta didik sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran

yang telah ditetapkan. Untuk itu, guru harus mengumpulkan data

dan informasi dalam kurun waktu tertentu melalui berbagai jenis

dan teknik penilaian untuk memperoleh gambaran tentang pencapaian

kemajuan belajar peserta didik.

2. Checking-up, yaitu untuk mengecek ketercapaian kemampuan peserta

didik dalam proses pembelajaran dan kekurangan-kekurangan

peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran. Dengan kata

lain, guru perlu melakukan penilaian untuk mengetahui bagian

mana dari materi yang sudah dikuasai peserta didik dan bagian

mana dari materi yang belum dikuasai.

3. Finding-out, yaitu untuk mencari, menemukan dan mendeteksi

kekurangan kesalahan atau kelemahan peserta didik dalam proses

pembelajaran, sehingga guru dapat dengan cepat mencari alternatif

solusinya.

4. Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan tingkat penguasaan peserta

didik terhadap kompetensi yang telah ditetapkan. Hasil penyimpulan

ini dapat digunakan guru untuk menyusun laporan kemajuan

belajar ke berbagai pihak yang berkepentingan.

Selain dari itu penilaian juga berguna bagi semua pihak pemangku

kepentingan, mulai dari peserta didik, tenaga pengajar, sekolah dan

juga masyarakat. Khusus bagi peserta didik, guru dan sekolah penilaian

memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Peserta didik.

Dengan diadakannya penilaian, maka peserta didik dapat mengetahui

sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan

guru. Hasil yang diperoleh peserta didik dari pekerjaan menilai

ini ada 2 kemungkinan:

a. Memuaskan

Jika peserta didik memperoleh hasil yang memuaskan, dan hal

itu menye-nangkan, tentu kepuasan itu ingin diperolehnya lagi

pada kesempatan lain waktu. Akibatnya peserta didik akan

mempunya motivasi yang cukup besar untuk belajar yang lebih

giat. Namun demikian, keadaan sebaliknya dapat terjadi, yakni

peserta didik merasa sudah puas dengan hasil yang diperoleh

dan usahanya kurang gigih lain kali.

b. Tidak memuaskan.

Jika peserta didik tidak puas dengan hasil yang diperoleh ia

akan berusaha agar lain kali keadaan itu tidak terulang lagi.

Maka ia lalu bekerja giat. Namun demikian, keadaan sebaliknya

dapat terjadi putus asa dengan hasil kurang memuaskan yang

telah diterimanya.

2. Guru.

a. Dengan hasil penilaian yang diperoleh guru akan dapat mengetahui

peserta didik mana yang sudah berhak meneruskan pelajarannya

karena sudah berhasil menguasai bahan, maupun mengetahui

peserta  didik yang belum berhasil. Apa lagi jika guru tahu akan

sebab-sebabnya ia akan memberikan perhatian yang lebih teliti

sehingga keberhasilan selanjutnya dapat diharapkan.

b. Guru akan mengetahui apakah ‘materi’ yang diajarkan sudah

tepat bagi peserta didik sehingga untuk memberikan pengajaran

diwaktu yang akan datang tidak perlu diadakan perubahan.

c. Guru akan mengetahui apakan ‘metode’ yang digunakan sudah

tepat atau belum. Jika sebagian besar dari peserta didik memperoleh

angka jelek pada penilaian yang diadakan, mungkin hal ini disebabkan

oleh pendekatan atau metode yang kurang tepat. Apabila demikian

halnya, maka guru harus mawas diri dan mencoba mencari

metode lain dalam belajar.

3. Sekolah

a. Apabila guru-guru mengadakan penilaian dan diketahui bagaimana

hasil belajar peserta didik-peserta didiknya, dapat pula diketahui

bahwa apakan kondisi belajar yang diciptakan oleh sekolah

sudah sesuai dengan harapan atau belum. Hasil belajar merupakan

cermin kualitas sesuatu sekolah.

b. Informasi dari guru tentang tepat tidaknya kurikulum untuk

sekolah itu dapat merupakan bahan pertimbangan bagi perencanaan

sekolah untuk masa-masa yang akan datang.

c. Informasi hasil penilaian yang diperoleh dari tahun ketahun,

dapat digunakan sebagai pedoman bagi sekolah, yang dilakukan

oleh sekolah sudah memenuhi standar atau belum. Pemenuhan

standar akan terlihat dari bagusnya angka-angka yang diperoleh

peserta didik.

Senin, 05 Juli 2021

Laporan bacaan ke 3 Siti Nurmaulina 11901369

 Nama : Siti Nurmaulina 

NIM : 11901369

Kelas : PAI 4D 

Mata kuliah : Magang 1 

Sumber : pinjam perpustakaan 


Judul buku : Pentingnya kompetensi guru dalam kegiatan pembelajaran dalam perspektif islam 

Penulis : Rofa'ah

Penerbit : Deepublish Yogyakarta 

Tahun terbit : 2016


 Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah saya masih bisa diberi nikmat sehat untuk mengerjakan laporan bacaan ini. Hal ini dilakukan untuk memenuhi tugas mingguan dari mata kuliah Magang 1. Membaca dan menulis dalam laporan merupakan bagian penting untuk mahasiswa sebagai latihan dalam menuis skripsi nantinya.

Buku yang dilaporkan adalah buku yang berjudul Pentingnya kompetensi guru dalam kegiatan pembelajaran dalam perspektif islam yang di tulis oleh Rofa'ah 

Dalam buku ini ada bab yang membahas tentang kompetensi guru. hari ini saya baru selesai membaca  kompetensi yang harus di miliki oleh guru yaitu kompetensi pedagogik dan kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.

Kompetensi oleh Spencer dalam Moeheriono didefinisikan sebagai karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal atau sebab-akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau berkinerja prima atau superior di tempat kerja atau pada situasi tertentu .

Sudarmanto mengutarakan dalam tulisannya bahwa kompetensi merupakan suatu atribut untuk melekatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul.

A. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi Pedagogik adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Sub kompetensi dalam kompetensi Pedagogik adalah : 

1. Memahami peserta didik secara mendalam yang meliputi memahami peserta didik dengan memamfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.

2. Merancang pembelajaran,teermasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran yang meliputi memahmi landasan pendidikan, menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.

3. Melaksanakan pembelajaran yang meliputi menata latar ( setting) pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.

4. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran yang meliputi merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan denga berbagai metode,menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan memamfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.

5. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya meliputi memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik, dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi non-akademik.


B. Kompetensi Kepribadian

Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Sub kompetensi dalam kompetensi kepribadian meliputi :

1. Kepribadian yang mantap dan stabil meliputi bertindak sesuai dengan norma sosial, bangga menjadi guru, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.

2.Kepribadian yang dewasa yaitu menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.

3. Kepribadian yang arif adalah menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemamfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.

4. Kepribadian yang berwibawa meliputi memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadappeserta didik dan memiliki perilaku yangh disegani.

5. Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan meliputi bertindak sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong) dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.


C. Kompetensi profesional 

Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.


Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung pelajaran yang dimampu.

Mengusai standar kompentensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang dimampu.

Mengembangkan materi pembelajaran yang dimampu secara kreatif.

Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.

D. Kompetensi sosial 

Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Bersikap inkulif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial keluarga.



Minggu, 18 April 2021

Laporan bacaan ke 2 oleh Siti Nurmaulina (11901369)

 Identitas Jurnal

Judul: Penting nya memahami karakteristik siswa

Penulis: Nevi Septiani

Penerbit: As-Sabiqun : Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini

Volume : Volume 2, Nomor 1, Maret 2020; 7-17

Sumber : https://cdn-gbelajar.simpkb.id


Pendidikan merupakan sarana strategis untuk meningkatkan kualitas bangsa karenanya kemajuan bangsa dan kemajuan pendidikan merupakan suatu determinasi.Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran menjadi ujung tombak bagi terciptanya pendidikan yang berkualitas. Hanya dengan pembelajaran yang berkualitaslah suatu instansi dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas.Dalam tataran operasional, tenaga pendidik memiliki tugas dan tanggung jawab bagi terselenggaranya pembelajaran yang berkualitas. Untuk itu sangat penting bagi tenaga pendidik memiliki kompetensi dan standar kualifikasi pendidikan agar pembelajaran mencapai efektivitas dan efisiensinya. 
Perkembangan zaman telah membuat perkembangan dalam pendidikan terkait ilmu pengetahuan dan teknologi serta menciptakan persaingan global secara ketat
. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.Pendidikan di era global diharapkan mampu mengatasi permasalahan pendidikan terkait moral dan sosial masyarakat Indonesia,khususnya peserta didik. Pendidikan ini melahirkan konsep baru yaitu pendidikan abad 21 dimana pembelajaran ini memiliki perbedaan dengan pembelajaran di masa yang lalu. Untuk mengembangkan pembelajaran abad 21, guru harus memulai satu langkah perubahan yaitu merubah pola pembelajaran tradisional yang berpusat pada guru menjadi pola pembelajaran yang berpusat pada peserta didik . 
Banyak faktor penyebab kualitas pendidikan rendah, di antaranya kegiatan pembelajaran yang kurang tanggap terhadap kemajemukan individu dan lingkungan tempat siswa berada
. Pembelajaran demikian kurang bermanfaat bagi siswa.Agar pembelajaran bermakna, perlu dirancang dan dikembangkan berdasarkan pada kondisi siswa sebagai subjek belajar dan komunitas budaya tempat siswa tinggal.Siswa adalah manusia yang memiliki sejarah,makhluk dengan ciri keunikannya .Pemahaman akan subjek belajar harus dimiliki oleh guru atau tenaga kependidikan lainnya untuk dijadikan pijakan dalam mengembangkan teori ataupun praksis-praksis pendidikan dan pembelajaran. 
Karakteristik peserta didik sangat penting untuk diketahui oleh pendidik,karena ini sangat penting untuk dijadikan acuan dalam merumuskan strategi pengajaran
. Strategi pengajaran terdiri atas metode dan teknik atau prosedur yang menjamin siswa mencapai tujuan. Strategi dan metode pembelajaran berguna untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. 
Menurut Kemp dalam Wina Senjaya mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien
.Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J.R.David l, Wina Senjaya menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya,bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. 
Menurut penelitian Kemp dalam Wina Senjaya 
, strategi pembelajaran merupakan kegiatan pembelajaran yang harus diselesaikan oleh guru dan siswa agar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Selain itu, mengutip pemikiran J.R. David I, Wina Senjaya mengemukakan bahwa strategi pembelajaran mencakup perencanaan Artinya strategi pada dasarnya masih merupakan konsep tentang keputusan yang akan diambil dalam pelaksanaan pembelajaran.  Untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang optimal, terlebih dahulu guru perlu mengetahui karakteristik siswa sebagai pijakannya. Analisis karakteristik siswa dilakukan setelah perancang pembelajaran mengidentifikasi tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Juga ditunjukkan bahwa hasil analisis karakteristik siswa selanjutnya dijadikan pijakan kerja dalam memilih,menetapkan, dan mengembangkan strategi pengelolaan pembelajaran. Dengan konteks seperti ini, menjadi semakin jelas perlunya dilakukan penelitian karakteristik siswa yang berkaitan dengan kefektifan pembelajaran agar dapat dipakai sebagai dasar bagi para ilmuwan dan teknologi pembelajaran serta para guru dalam mendesain program-program pembelajaran. 
Dewanti membuktikan bahwa strategi pembelajaran yang digunakan guru jika disesuaikan dengan kebutuhan siswa akan meningkatkan efektivitas belajar siswa
. Ia menyarankan, strategi pembelajaran di kelas seharusnya mempertimbangkan keadaan siswa dan manfaatnya bagi kehidupan mereka sehari-hari. 
Penelitian Siskandar menambah bukti bahwa faktor internal atau faktor yang datang dari dalam diri siswa sangat berpengaruh terhadap hasil belajarnya
.Untuk itu, ia menyarankan aga pembelajaran berpusat pada gaya belajar siswa atau pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuannya. Dengan demikian, bahan ajar modul sebaiknya dibuat sendiri oleh guru agar lebih menarik serta lebih konstektual dengan situasi dan kondisi sekolah maupun lingkungan sosial budaya peserta didik. Namun, saat ini masih jarang guru yang membuat bahan ajar sendiri,sebagian besar guru masih menggunakan bahan ajar yang beredar di pasaran . Jika dalam menyampaikan materi pelajaran guru kurang memperhatikan karakteristik siswa dan ciri-ciri kepribadian siswa tidak dijadikan pijakan dalam pembelajaran, siswa akan mengalamai kesulitan memahami materi pelajaran. Mereka merasa bosan, bahkan timbul kebencian terhadap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru. Kondisi demikian sebagai penyebab rendahnya kualitas dan kuantitas proses serta hasil belajar yang telah diprogramkan. Upaya apa pun yang dipilih dan dilakukan oleh guru dan perancang pembelajaran jika tidak bertumpu pada karakteristik perseorangan siswa sebagai subjek belajar, maka pembelajaran yang dikembangkan tidak akan bermakna bagi siswa. 
Karakteristik siswa yang dapat diidentifikasi sebagai faktor yang amat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kecerdasan
, kemampuan awal, gaya kognitif,gaya belajar, motivasi, dan faktor sosial-budaya. Informasi tentang tingkat perkembangan kecerdasan siswa amat diperlukan sebagai pijakan dalam memilih komponen-komponen dalam pembelajaran,seperti tujuan pembelajaran, materi, media,strategi pembelajaran, dan evaluasi .Menurut Suparno , siswa yang berada pada tahap pemikiran operasional konkret sudah memiliki kecakapan berpikir logis, tetapi hanya melalui benda-benda konkret sehingga semua komponen pembelajaran perlu disesuaikan dengan kemampuan tersebut. Sebaliknya, mereka yang sudah berada pada tahap operasi formal sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir . Mereka sudah dapat berpikir ilmiah, baik deduktif maupun induktif, serta mampu menarik kesimpulan,menafsirkan dan mengembangkan hipotesis. Oleh sebab itu, komponen-komponen pembelajaran sudah dapat dirancang sedemikian rupa untuk diarahkan pada kemampuan tersebut. Dengan karakteristik siswa yang telah diuraikan seperti di atas, guru dituntut untuk dapat mengemas perencanaan dan pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa dengan baik, menyampaikan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi anak. 
Penting bagi Guru Pintar untuk dapat mengenali dan memahami karakteristik peserta didik
. Salah satu manfaat ketika Guru mengenali dan memahami karakter siswa adalah proses belajar mengajar yang berlangsung dengan lebih baik. 

Temperamen Siswa

Pada dasarnya, bagaimana siswa memahami materi pelajaran dan mengerjakan tugas-tugasnya terkait erat dengan temperamen siswa itu sendiri
.Bahkan eksplorasi cara-cara baru dalam menuntaskan tugasnya juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik siswa. Ada sebagian siswa yang tampak antusias dan mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. Ada pula karakter siswa yang cenderung berhati-hati saat beradaptasi degan lingkungan baru, namun semakin santai seiring waktu. Dan, ada karakter siswa yang lambat beradaptasi serta rentan menampilkan ledakan emosi. 

Siswa selama Proses Belajar

Sebagai individu, karakter siswa tampak dari caranya berkomunikasi – baik verbal maupun non-verbal
. Bagaimana siswa berinteraksi dengan teman-temannya juga bisa memberi petunjuk tentang karakteristiknya. Lebih dari itu, pola interaksi yang sama boleh jadi terulang pada saat siswa harus bekerja dan mengerjakan tugasnya dalam kelompok. Raut muka juga mampu menunjukkan apakah siswa sudah memahami materi pelajaran atau belum.Karakteristik siswa juga dapat diamati dari perilakunya – apakah relatif tenang,mengganggu kelas, dan seterusnya. Pada akhirnya, proses belajar seorang siswa yang kurang lancar dapat menghambat proses belajar mengajar kelas – dengan mengganggu temannya, misalnya. 

Dua Arah

Komunikasi dua arah menjadi penanda penting karakteristik guru dan siswa abad 21
.Komunikasi dua arah berperan penting sebagai sarana Guru untuk mengetahui sudut pandang dan perasaan siswa. Bahkan,siswa dapat menyampaikan apa yang ingin diketahui dan dipelajarinya melalui komunikasi yang baik dengan Gurunya.Tugas atau project juga dapat didiskusikan bersama siswa. Melibatkan siswa dalam menentukan tugas yang akan dibuat,termasuk ketua kelompoknya, merupakan bentuk komunikasi dua arah yang berjalan baik. Cara mengelola kelas dengan karakteristik siswa yang berbeda adalah dengan memahami setiap karakteristik yang ada. Akan tetapi, komunikasi dua arah yang baik mampu menentukan pemahaman karakteristik siswa tersebut akan dibawa ke mana. 

Siswa pada Program Pengenalan Diri

Jika karakteristik siswa dapat dipahami melalui observasi
, bakat dan minat memerlukan cara pemahaman yang berbeda. Bakat siswa tampak dari kemampuannya, prestasinya, bahkan tes intelegensinya. Sedangkan minat siswa tampak pada hobinya, kegiatan ekstrakurikuler yang diikutinya, kegiatan yang disukainya, maupun tes minat yang diambilnya. Semakin baik siswa mengenal dirinya sendiri, semakin mudah bagi Guru untuk membantu mengarahkannya dalam memahami pelajaran. Di sisi lain, semakin baik pemahaman Guru tentang karakteristik siswa, semakin baik manajemen kelas. Jadi,pemahaman karakter siswa membawa dampak positif bagi diri siswa sendiri maupun Guru. 
Kegiatan pembelajaran dalam pendidikan di Indonesia bersifat klasikal yang melibatkan siswa dan guru
. Pembelajaran yang bersifat klasikal tentu membutuhkan proses persiapan dan perencanaan pada desain pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal tersebut karena terdapat keberagaman karakteristik, antar siswa yang satu dengan yang lain memiliki karakteristik yang berbeda. Para pendidik dalam hal ini guru perlu memperhatikan karakteristik siswa sebagai peserta didiknya. Penguasaan guru terhadap karakteristik siswa dapat membantu dalam membuat perencanaan pembelajaran, diantaranya dalam menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan. Seorang guru harus cerdas dalam pemilihan metode pembelajaran,agar dalam keberagaman karakteristik,siswa mampu mencapai kompetensi yang diharapkan. Oleh karena itu pengenalan terhadap karakteristik siswa harus dilakukan.Upaya guru dalam mengenal sekaligus menguasai karakteristik siswa membutuhkan dukungan dari banyak pihak,diantaranya pengelola sekolah, orang tua,dan siswa itu sendiri. Pihak pengelola sekolah dapat membantu dengan pengadaan kegiatan yang dapat mengidentifikasi karakteristik siswa.Kegiatan tersebut misalnya, tes intelegensi,tes minat bakat, dan bimbingan konseling.Selain pihak pengelola sekolah, diharapkan orang tua juga dapat memberikan masukan dan saran kepada guru menyangkut informasi tentang karakteristik anaknya.Guru juga dapat melakukan pendekatan secara personal untuk lebih mengenal karaktersitik siswanya. Seorang guru yang telah mengetahui karakteristik masing-masing siswanya akan lebih mudah dalam merencanakan pembelajaran. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat dapat membantu kefektifan proses belajar. Selain itu juga dapat membantu siswa dalam memahami konsep-konsep materi dan berinteraksi secara aktif terhadap lingkungannya. Dengan demikian tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan dapat tercapai.